PREDIKSI AWAL PILEG 2019

J. Djoko Suroso

Kimmartani. Pemilihan Umum 2019 lebih istimewa dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Hal ini karena pemilihan umum berlangsung serentak dan total. Artinya, pemilihan presiden bareng dengan pemilihan anggota legislatif mulai tingkat pusat sampai kabupaten/kota. Lebih menarik lagi menilik peta konfigurasi pertarungan antar parpol dan calon anggota legislatif Kota Madiun. Perubahan apa saja yang terjadi dan bagaimana pola konfigurasi parpol serta prediksi awal perolehan kursi DPRD Kota Madiun bakal terjadi ? Wartawan Madiun Pos J. Djoko Suroso melaporkannya untuk anda.

Mencermati perhelatan pemilihan umum legislatif 2019 Kota Madiun, ada beberapa hal menarik untuk dikaji dan diperhitungkan. Setelah KPU Kota Madiun mengumumkan Daftar Calon Sementara (DCS) anggota legislatif, dari empat daerah pemilihan (Dapil), yakni Kartoharjo, Taman 1, Taman 2 dan Manguharjo, patut untuk dicermati dengan seksama. Terjadi perubahan pola konfigurasi yang signifikan antar partai politik yang bertarung. Hal itu ditandai dengan munculnya caleg baru namun lawas, yang dahulu menjadi pendukung Partai Demokrat.

Perubahan konfigurasi parpol yang mencolok dialami oleh partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), karena beralihnya dukungan kepada partai baru besutan Hari Tanoesudibyo dalam Partai Persatuan Indonesia (Perindo). Jejak langkah anggota keluarga mantan walikota Bambang Irianto yang dahulu gegap gempita mengantar delapan anggota DPRD pada Pemilu 2009 dan tujuh anggota DPRD Kota Madiun pada Pemilu 2014, sekarang barisannya kocar-kacir. Tinggal satu anggota keluarga Bambang Irianto yang bertahan di Partai Demokrat menjelang pileg 2019 yakni Kusuma Dewiyana dari Dapil 1 Kecamatan Kartoharjo.

Bagaimana konfigurasi itu bakal mewarnai hasil pileg 2019 ? Bagaimana peluang kandidat caleg dari Partai Demokrat ? Bagaimana peluang muncul dari Perindo ? Mungkinkah Supiah Mangayu Hastuti eks kader PDIP yang kini menjajal Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dari Dapil 1 Kartoharjo bisa menang ? Apakah telah terjadi pergulatan internal yang kuat dalam tubuh PDI Perjuangan ? Apakah didalam tubuh partai PDIP telah terjadi sebuah faith accomply ? Bagaimana peluang caleg dari Gerindra Dapil 4 Manguharjo sepeninggal Sukoyo ? Bagaimana prediksi awal pembagian kursi DPRD Kota Madiun, khususnya dari Dapil 1 Kartoharjo ?

Inkonsistensi Dukungan

Pertarungan pileg Kota Madiun bakal diwarnai oleh perubahan paradigma perilaku politik pemilih dan perubahan pola kon-figurasi inkonsestensi terhadap partai politik. Ada beberapa catatan menarik yang perlu dicermati oleh setiap kontestan pileg di Kota Madiun menjelang pemilu 2019.

Pertama, perilaku pemilih pemilu sangat cair dan bersifat anti-konsistensi. Perilaku pemilih lebih mengandalkan menunggu kesempatan daripada bersikap labelis. Mereka tidak ingin dikotakan dengan perikatan label parpol tertentu. Sikap ini ditandai dengan menurunnya antusiasme warga calon pemilih meskipun sudah berusaha direkrut oleh tim sukses. Mereka pada takut kehilangan rejeki nomplok yang bakal diterima dari para caleg, dengan menentukan sikap politik di detik terakhir menjelang pelaksanaan.

Kedua, perilaku pemilih yang inkonsistensi itu bakal menyulitkan setiap kandidat caleg yang bertarung. Apa sebabnya ?

Penyebabnya ialah kesulitan dalam menentukan calon pemilih yang labelis ! Pencacahan jiwa jauh hari sebelum pemilu April 2019 jauh dari efektif dibandingkan dengan peluang yang didapatkan. Sangat mungkin cacah jiwa pemilih itu hanya melahirkan PHP (Pemberi Harapan Palsu).

Ketiga, bukan muncul kesadaran yang bersifat inheren intelektual Kecerdasan pribadi), melainkan antitesis dari “pemilih semakin cerdas”. Warga semakin tidak peduli dengan kecerdasan politik melainkan kebodohan struktural yang makin membingungkan. Kondisi ini tercermin dari hasil Pemilukada 2018, yang dimenangi oleh pasangan Maidi—Inda Raya (Mada) dan mengalahkan pasang-an Yusuf—Bambang. Perilaku ini bukan berlaku untuk pasangan Mahardika—Arif.

Menilik perilaku politik warga yang inkonsisten itu patut untuk dicermati oleh setiap pemain calon anggota dewan yang terhormat. Perlu dicari terobosan neo liberal untuk menjawab kebodohan struktural “pemilih semakin cerdas” tersebut. Paradigma dan tema kampanye neo liberal sangat berbeda dengan sistem kampanye konservatif seperti halnya pada pemilu 2014.

Perlu sebuah pendekatan yang mengarah pada kedekatan personal antara caleg dengan konstituennya. Caleg tak bisa lagi mengharapkan kerja keras para tim sukses bila tidak disertai dengan data dan fakta individual calon konstituen. Apalagi bila caleg bersangkutan hanya di kenal karena pengondisian dan  pencitraan bukan kinerja publik figur. Oleh karena kondisi itu, maka tak bisa dimungkiri bahwa biaya politik pileg 2019 sangat besar diatas rata-rata Rp. 400.000.000,00 (empat ratus jutaan rupiah).

Perubahan Konfigurasi

Peta persebaran anggota DPRD Kota Madiun pada Pemilu 2019 bakal berubah drastis. Hal itu pertama-tama bakal terjadi oleh karena perubahan kondisi politik secara nasional maupun lokal. Pertarungan dua kandidat presiden antara Jokowi—Ma’ruf Amin dan Prabowo—Sandiaga Uno, bakal mewarnai kondisi hasil pileg Kota Madiun.

Disamping itu, bakal terjadi juga perubahan drastis yang dialami oleh partai pemenang pileg 2014 yakni partai Demokrat. Mundur dan majunya partai berlambang mercy ini sebelumnya sangat bergantung pada sosok Bambang Irianto, mantan walikota periode 2014—2019. Kehilangan figur Bambang Irianto & Family bakal memukul balik. Ditambah lagi dengan pindah berbondongnya anggota keluarga politisi Jalan Jawa ke Perindo bakal menggerus kekuatan partai Demokrat. Ada kemungkinan inkonsistensi perilaku pemilih juga dipengaruhi oleh menipisnya dukungan para eks patriat partai Demokrat di kantong caleg yang turun ke gelanggang, karena pindah haluan.

Menilik dari kondisi global politik di Kota Madiun di akhir tahun 2018 ini, maka perhitungan kemungkinan pembagian kursi DPRD Kota Madiun adalah sebagai berikut :

Pertama, perolehan kursi terbesar kemungkinan besar bakal diraup oleh PDI Perjuangan dengan tambahan tiga kursi menjadi 9 kursi; PKB tetap 4 kursi; PAN turun 1 kursi; Golkar 1 kursi; PPP dan Hanura kursinya raib; PKS tetap 1 kursi.

Kedua, kursi dewan kota partai Demokrat kemungkinan bakal melorot berkurang tiga kursi dari 7 menjadi 4 kursi. Alasan kemerosotan perolehan kursi partai kebanggaan SBY ini bisa diperhitungkan dengan matematika praktis tidak perlu teori deret aritmatika.

Ketiga, perolehan suara partai Gerindra kemungkinan bakal naik 1 kursi menjadi 6 kursi DPRD Kota Madiun. Meskipun kehilangan seorang figur Sukoyo dari dapil Manguharjo, partai ini akan bertambah kekar di dapil lainnya seiring dengan perjuangan kandidat calon presiden Prabowo–Sandiaga dari Jakarta.

Keempat, partai Nasdem kemungkinan akan memeroleh keuntungan Jokowi effeck politik pilpres dengan bertambah 2 kursi menjadi 3 kursi. Perindo yang didukung oleh anggota keluarga Bambang Irianto kemungkinan bakal meraup 2 kursi. Sisa satu kursi akan diperebutkan oleh parpol baru seperti PSI dan Perindo, sedangkan peluang partai Berkarya, Garuda, PBB, PKPI sangat tipis hanya sebagai penggembira saja.

Jokowi effeck

Performa kinerja partai yang solid ditambah dengan Jokowi effeck, bakal menaikkan perolehan suara PDIP cukup signifikan, yakni naik dari 6 menjadi 9 kursi. Meskipun perilaku pemilih cenderung pasif saat menjelang pileg 2019, namun pada saatnya, mereka lebih condong menyoblos gambar partai daripada calonnya.

Kondisi terbalik bakal terjadi pada tubuh partai Demokrat Kota Madiun. Partai yang pada pemilu 2009 dan 2004 sehat berjaya oleh karena Bambang Irianto effeck, akan menghadapi pertarungan sengit dengan mitranya, dan memukul balik induknya. Politik balas dendam dan ambivalensi politik dari Bambang Irianto family, tak terhindarkan lagi.

Dari pertarungan balas dendam politik itu yang sangat dirugikan adalah partai Demokrat sedangkan yang diuntungkan jelas partai Perindo. Meskipun ini partai baru namun peluang untuk bisa meraih kursi DPRD Kota Madiun cukup besar. Hal ini karena pengalaman individu dan kelompok serta dukungan material yang besar, meski tak sebesar era Bambang Irianto dahulu.

Sangkakala Parpol

Dalam perhelatan pemilu pasti ada pihak pemenang dan pihak yang kalah. Ibarat tiupan sangkakala di hari akhir, lebih banyak caleg yang gagal daripada yang berjaya. Demikian pun dengan nasib parpol. Meskipun sudah berjuang mati-matian mencari dukungan massa namun hasil yang didapat tak sebanding. Ini bakal dialami oleh parpol baru kemungkinan selain Perindo.

Meskipun ada parpol lama yang gagal menembus final parlemen pemilu 2014 —tetapi mendaftarkan kembali menjadi peserta pemilu 2019— kemungkinan besar nasibnya bakal idem. Semakin sulit bagi PKPI dan PBB menembus batas parliament thresshold nasional maupun Kota Madiun. Ditambah dengan PPP, Hanura dan parpol baru, nasib caleg dan partai bagai telur di ujung tanduk.

Kita tunggu perkembangan selanjutnya pada edisi berikutnya ( Kimmartani – dsj ).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *